Rabu, 23 Maret 2011

Resensi film "ALANGKAH LUCUNYA NEGRI INI".

ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI

“Alangkah Lucunya Negeri Ini” adalah film terbaru garapan sutradara kenamaan Dedy Mizwar yang berusaha menyentil keadaan negeri ini. Dari judulnya kita sudah bisa menebak pesan yang akan disampaikan Deddy Mizwar dalam film ini yakni empati yang begitu mendalam terhadap Tanah Air.
Film ini sangat bagus. Mengangkat permasalahan di negeri ini seperti anak-anak telantar, penyandang cacat, kekerasan, banyak sekali masalah di Tanah Air yang diangkat di Alangkah Lucunya (negeri ini).
Alangkah Lucunya (negeri ini) menghadirkan sejumlah aktor ternama seperti Slamet Rahardjo, Jaja Mihardja, Tio Pakusadewo, serta Reza Rahadian yang tahun lalu merebut Piala Citra. Film ini juga didukung oleh pemain-pemain yang terbilang baru di dunia layar lebar. Sebut saja Asrul Dahlan yang menarik perhatian pemirsa melalui Para Pencari Tuhan yang ditayangkan SCTV saban bulan Ramadhan.

Film hasil kolaborasi penulis Musfar Yasin dan sutradara Deddy Mizwar ini bisa didekati dengan banyak kemungkinan: ideologi, politik, sosial, budaya, pendidikan, kriminalitas, generasi muda, dan agama. Isu pengangguran, kekerasan, dan semangat materialism juga disentil.
Bisa dibilang, film ini adalah perpanjangan ide anti-korupsi ‘Ketika’ dan semangat nasionalisme-religius ‘Nagabonar Jadi 2′. Walau ada satu plot utama–yaitu bagaimana Muluk (Reza Rahadian) dan kawan-kawannya bisa mengubah para pencopet cilik untuk tidak lagi mencopet dan beralih usaha yang halal dengan cara yang “revolusioner”—tetapi yang tidak kalah serunya adalah detail-detail minor seperti celetukan para bocah pencopet atau atmosfir sekitar.
Tengok bagaimana para calon besan (H Makbul/Deddy Miszwar dan H. Sarbini/Jaja Miharj) begitu prihatin dengan Muluk yang sudah 2 tahun menganggur. Tekanan-tekanan sosial seperti kewajiban bekerja dan menikah adalah hal lumrah di negeri ini. Pun dengan jutaan pengangguran dari berbagai level pendidikan. Karena itu, lantas muncul komentar satir: “Pendidikan itu penting. Karena berpendidikan, maka kita tahu bahwa pendidikan itu tidak penting!”
Atau tengok Jupri (Edwin ‘Bejo’) yang calon anggota DPR. Dengan norak, Jupri mendekati anak H. Sarbini yang cukup terpesona melihat screensaver akuarium di laptop baru calon pejabat itu. Atau bagaimana dia dilecehkan masyarakat saat membagi-bagikan kaos kampanyenya. Atau, bagaimana dengan nakal, para pencopet yunior itu diajak ke Gedung MPR, dan nyeletuk, “Mereka nyopetnya gimana ya?”.
Menurut Deddy, cerita ini sudah digagas sembilan tahun lalu, tapi baru tahun ini Musfar memberikannya setelah diolah hingga matang sebagai skenario. Di dalam skenario yang matang, hadir tokoh-tokoh yang berkarakter kuat dan harus diperankan oleh pemain-pemain yang memiliki karakter kuat pula. Maka Deddy harus ekstra keras memilih pemain-pemain yang dianggap mampu memainkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita tersebut, mulai dari pemain-pemain ternama sampai pemain-pemain yang baru sama sekali.
Setelah hampir dua bulan melakukan kasting, melalui seleksi ketat, terpilihlah beberapa pemain yang dianggap pas dan mampu. Sebagian di antaranya adalah pemain-pemain yang sudah teruji keaktorannya, dibuktikan dengan Piala Citra yang telah digenggamnya. Selain Deddy Mizwar sendiri yang memerankan Pak Makbul, tercatat juga Slamet Rahardjo, Jaja Mihardja, serta Tio Pakusadewo dan Reza Rahadian yang tahun lalu merebut Piala Citra.
Di samping para pemeran-pemeran kaliber Citra, film ini juga didukung oleh pemain-pemain yang terbilang baru di dunia layar lebar. Sebut saja misalnya Asrul Dahlan yang menarik perhatian pemirsa melalui serial PARA PENCARI TUHAN tayangan SCTV setiap bulan Ramadhan, kemudian ada Edwin – komedian asal Bandung, ada Sonia, dan Tika Bravani – yang meski baru pertama kali berhadapan dengan kamera tapi telah memperlihatkan bakatnya yang luar biasa.
Aroma kemiskinan, pengangguran, dan akhirnya mencari jalan pintas atau apatis juga hadir. Misalnya, Syamsul (Asrul Dahlan) yang hobi bermain gaple di pos ronda. Atau Pipit (Tika Bravani) yang senang mengikuti kuis di televisi dan undian berhadiah. Atau, sang ibu (Rina Hasyim) yang tidak punya pekerjaan selain mengisi TTS dan game watch.
Persoalan agama dan umatnya tentu kental di sini. Ada kelompok haji, seperti Makbul dan Sarbini, dipimpin Haji Rahmat (Slamet Rahardjo Djarot). Tindakan revolusioner, mengumpulkan 10% dari hasil copet untuk diputar dan ditabung, menimbulkan kontroversi, khususnya bagi para haji. Mereka tentu saja menolak uang haram. Konflik pun kian meruncing.
Tentu peran sutradara pendamping, Aria Kusumadewa, yang dekat dengan topik anak jalanan, juga penting. Durasi 105 menit tidak terasa karena mengalirnya cerita.
Di akhir film, muncul pernyataan keras yang menjadi jiwa film ini: “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”, bunyi pasal 34 UUD 1945.
Tetapi yang terkeras adalah pernyataan Syamsul di akhir cerita, yang berteriak-teriak membandingkan koruptor dengan pencopet amatir. Dan setelah itu, Jupri menghampirinya untuk memberinya kaos bergambar dirinya. Reaksi Syamsul sangat keras, dia berkata “kentut!”. Lewat adegan itu, seolah kita diajak berpikir, orang ini ingin jadi wakil rakyat untuk kepentingan pribadinya. Mengapa mereka tidak berupaya keras untuk mengentaskan banyak persoalan di negeri ini?”
Skenario yang bagus, dimainkan oleh pemain-pemain yang baik, film ini juga digarap oleh film maker yang piawai. Selaku sutradara, Deddy Mizwar memperoleh penghargaan dan pujian melalui NAGABONAR JADI 2 yang dinobatkan sebagai FILM TERBAIK FFI 2007. Demikian juga melalui sejumlah sinetronnya yang selalu memperoleh perhatian pemirsa TV, seperti LORONG WAKTU, KIAMAT SUDAH DEKAT, PARA PENCARI TUHAN. Sementara peñata kamera diserahkan pada YUDI DATAU, yang juga sudah meraih beberapa penghargaan. Kemudian editingnya dikerjakan oleh TITO KURNIANTO, yang pernah meraih penghargaan EDITOR TERPUJI dalam FESTIVAL FILM BANDUNG (FFB) 2007.
Maka, dari skenario yang ditulis oleh penulis peraih Citra, diperankan oleh actor-aktor peraih Citra, digarap oleh sutradara peraih Citra, dan dibidik oleh sinematografer peraih Citra, bisa sangat diharapkan ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI menjadi film yang wajib ditonton.
Terakhir mari kita renungkan adegan ini: kala pencopet dengan sukses mengadakan upacara bendera. Begitu lagu kebangsaan Indonesia Raya berhenti, “Hiduplah Indonesia Raya”…tiba-tiba yang paling kecil menyeletuk:”Amin!”, sembari menggerakkan tangannya mengusap wajah, layaknya berdoa.
Film ini sangat baik untul di tonton oleh semua kalangan, karena film ini membawa dampak positif dalm setiap alur ceritanya, pemainnya juga sangat menghayati apa yang mereka perankan dalam film ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar