Minggu, 02 Oktober 2011

contoh wirausaha

Kisah Sukses Seorang Wirausahawan Sosial Cetak E-mail
Oleh: ST SULARTO

Peringatan 70 tahun usia Bambang Ismawan, lahir 7 Maret 1938, ditandai dengan terbitnya dua buku. Buku pertama berjudul Bambang Ismawan Bersama Wong Cilik dan buku kedua Mazmur Ismawan.

Delapan puluh dari 284 halaman buku pertama berisi perjalanan hidup Bambang Ismawan, lengkapnya Fransiskus Xaverius Bambang Ismawan, mulai dari desa kelahirannya di Babat, Lamongan, Jawa Timur, sampai di Jakarta, tepatnya di Cimanggis, Jawa Barat; sisanya sekitar 200 halaman berisi komentar-komentar teman, kolega, dan orang-orang yang pernah bersentuhan dengan Bambang Ismawan atau Bina Swadaya, yayasan yang menaungi berbagai usaha Bambang Ismawan bersama sejumlah kerabatnya.

Adapun buku kedua berisi napak tilas jejak langkah Bambang Ismawan, sebuah perjalanan retret bersama istri, Sylvia Ismawan, dan sejumlah teman dekat selama tujuh hari, menziarahi berbagai tempat di Jawa, dari Babat sampai Cimanggis. Kedua buku terangkai sebagai kisah sukses seorang wirausahawan sosial Bambang Ismawan.

Nama Bambang Ismawan tak bisa dipisahkan dengan Yayasan Bina Swadaya, sebuah yayasan yang semula bernama Yayasan Sosial Tani Membangun, didirikan bersama I Sayogo dan Ir Suradiman tahun 1967. Komitmen dan perhatiannya pada pemberdayaan masyarakat kecil (wong cilik) sudah terlihat sejak menjadi mahasiswa FE UGM—yang tidak mau menjadi pengusaha seperti umumnya alumni fakultas ekonomi pada masa itu—membawa Bambang Ismawan terlibat dalam kegiatan alternatif pemerintah yang dulu dikenal sebagai organisasi nonpemerintah (ornop), nongovernment organization (NGO), tetapi kemudian dia introdusir nama lembaga swadaya masyarakat (LSM), sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat yang kemudian dipakai sebutan umum segala kegiatan yang tidak berasal dari pemerintah, baik yang memfokuskan kegiatan advokasi maupun aksi langsung.

Bambang Ismawan bersama Bina Swadaya dikenal sebagai pelopor gerakan LSM yang berusaha mandiri, tidak tergantung dari bantuan, lewat berbagai usaha—dalam buku kedua disebutkan sebagai LSM terbesar di Asia Tenggara—karena itu pernah disindir sebagai membisniskan kemiskinan pada era tahun 1980-an. Namun, pada satu dekade kemudian, Bambang membuktikan langkah yang dia lakukan selama ini tidak keluar dari jalur pemberdayaan.

Koperasi yang dirintis awal kegiatan Bina Swadaya membuktikan masyarakat bisa mandiri, yaitu orang memperoleh kepastian atas hak miliknya, yang sejalan dengan pemikiran sosiolog Hernando de Soto, yaitu kepastian hak milik dipenuhi antara lain lewat sertifikasi tanah. Dalam konteks kemudian, mengaku berkali-kali bertemu pemenang Nobel dari Bangladesh, Muhamad Yunus, apa yang dilakukannya dalam menggerakkan swadaya masyarakat adalah mengadvokasi dan memberikan semangat bekerja pada masyarakat.

Bina Swadaya yang dirintis dan dikembangkannya saat ini dari sisi sebuah usaha dengan omzet Rp 20 miliar, 900 karyawan tetap, melayani secara langsung 100.000 keluarga miskin. Pusdiklat di Cimanggis sudah melatih sekitar 7.000 pimpinan LSM pengelola pemberdayaan masyarakat, penerbitan majalah luks pertanian Trubus yang terbit pertama tahun 1969 kini dengan oplah 70.000 eksemplar, penerbitan buku-buku pertanian sejak 25 tahun lalu disusul buku-buku kesehatan, keterampilan, dan bahasa, 12 toko pertanian di Jakarta, Semarang, dan Surabaya.

Bina Swadaya tidak lagi sebuah LSM yang kegiatannya mengandalkan dana pihak ketiga. Dalam usia 70 tahun, setelah 40 tahun lebih menangani Bina Swadaya sebagai Ketua Pengurus, resmi Bambang menyerahkan tongkat kepemimpinan pada Nico Krisnanto, mantan bankir yang sudah beberapa tahun belakangan ini magang di Bina Swadaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar